Ini Arti Kode Angka di Stasiun Kereta dan Sejarahnya

 

Angka +46 menunjukkan Stasiun Kereta Cikampek berada di ketinggian 46 mdpl. Dengan perbedaan angka di setiap stasiun, maka spesifikasi kereta yang digunakan pun berbeda dengan daerah lain yang memiliki ketinggian berbeda. Foto: Istimewa. (*)


Angka Tentukan Spesifikasi Kereta

Siapa yang belum tahu arti angka dan tanda ‘+’ di papan nama stasiun kereta? 

Ternyata angka tersebut sangat penting. Tapi angka tersebut bukan menunjukkan jarak menuju stasiun kereta atau panjang rel kereta api. 

Inilah penjelasannya yang dikutip dari akun Twitter (X) resmi Kereta Api Indonesia (@KAI121). 

Arti deret angka dan tanda ‘plus’ (+) itu menunjukkan ketinggian sebuah stasiun di atas permukaan laut dalam satuan meter atau mdpl. 

Sedangkan tanda 'minus' (-) artinya stasiun tersebut berada di bawah permukaan laut. 

Namun sayangnya stasiun KA di Indonesia tidak ada yang berada di bawah permukaan laut. 

Contoh Stasiun KA Klakah yang terletak di Kabupaten Lumajang (Jatim) berada di ketinggian 192 mdpl. Jadi kode stasiun KA tersebut ditulis Klakah +192 m.


Kemudian Stasiun KA Baturaja (Sumsel) berada di ketinggian 49 mdpl. Sehingga kode stasiun KA Baturaja adalah Baturaja +49 m.

Dulu, penulisan kode ini sangat penting untuk menentukan jenis lokomotif (kepala kereta) dan jumlah gerbongnya. 

Hal ini dilakukan karena jenis lokomotif yang digunakan bisa berbeda-beda antar daerah. Hal ini tergantung dari kondisi dan letak geografis daerah yang akan dilintasi sebuah kereta. 

Misalnya, stasiun yang berada di dataran tinggi akan membutuhkan lokomotif dengan spesifikasi mesin yang berbeda dengan lokomotif yang digunakan di dataran rendah. 

Kereta yang melintasi dataran tinggi harus memiliki daya, mesin, dan tenaga yang lebih besar.

Bila sembarang menggunakan lokomotif dan jumlah gerbong yang salah, maka kereta tersebut bisa mendapatkan masalah dalam perjalanan.

Selain itu, kode di stasiun juga digunakan untuk menentukan jumlah petugas di sebuah rangkaian kereta. 

"Misalnya untuk menentukan jumlah petugas pengereman," tulis akun X @KAI121. 

Zaman dulu, sistem pengereman kereta belum canggih. Kala itu, sistem pengereman kereta masih menggunakan sistem rem bertekanan udara. 


Sehingga pengereman harus dilakukan oleh petugas khusus. Artinya jumlah petugas di kereta lebih banyak dari petugas di kereta saat ini.

Fungsi lainnya adalah untuk menentukan kecepatan dan waktu tempuh perjalanan kereta. 

Semakin tinggi kode angka di sebuah stasiun, maka kecepatan kereta dan waktu tempuh perjalanan kereta akan semakin lama dibanding dengan perjalanan kereta ke stasiun dengan kode angka yang lebih rendah. 

Nah, informasi ini juga menjadi panduan untuk petugas dalam menyusun grafik perjalanan kereta api atau Gapeka. 

Sejarah Kereta Api di Indonesia

Dikutip dari heritage.kai.id, sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai oleh perusahaan kereta api Belanda, Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS).

Saat pembuatan jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden. Kini jalur Solo-Yogyakarta. 

Pembangunan jalur yang terletak di Desa Kemijen berlangsung pada masa Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele pada 17 Juni 1864. 


Setelah itu, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara pada 8 April 1875 dengan rute pertama yang menghubungkan tiga kota Surabaya-Pasuruan-Malang.

Tak hanya di pulau Jawa. Pembangunan jalur kereta api juga dilaksanakan di Sumatera. Yaitu di Aceh (1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922). 

Sementara itu di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel, belum sampai dibangun.

Pada 1942, Indonesia diambil alih Jepang. Sedangkan Belanda hengkang. Jepang mengambil alih perkeretaapian di Indonesia. 

SS/VS pun berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Selama Jepang berkuasa, kereta api hanya digunakan untuk perang. 


Salah satu pembangunan rel kereta di era Jepang adalah lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru. 

Pembangunan jalur ini hanya untuk mengangkut batu bara untuk keperluan perang Jepang. 

Di sisi lain, Jepang juga membongkar rel sepanjang 473 km. Rel ini diangkut ke Burma atau Myanmar untuk pembangunan jalur rel kereta api disana. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspadai Kejahatan Perbankan lewat Akun Palsu Call Center Bank

FIFA Kenalkan 4 Stadion Piala Dunia U-17 di Indonesia

Petinggi Perusahaan Jual Saham GOTO, Harga Saham Marketplace Masih Suram