SVB Bangkrut, Ekonomi Indonesia Terancam?
SVB di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut karena tak memiliki dana yang cukup saat nasabahnya menarik dana secara besar-besaran dalam tempo yang singkat. Foto: google.com |
Pada 10 Maret 2023 lalu, kabar mengejutkan datang dari dunia perbankan Amerika Serikat. Salah satu bank besar di negara ini, Silicon Valley Bank (SVB) dinyatakan bangkrut. Penyebabnya, SVB krisis modal.
Dalam berbagai pemberitaan media, kenaikan suku bunga oleh Bank Federal Amerika Serikat alias Federal Reserve (The Fed) dalam setahun terakhir menjadi pemicunya.
Kenaikan suku bunga bank secara masif ini dinilai merusak kondisi keuangan perusahaan startup atau rintisan.
Bank sentral AS telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 450 basis points (bps) dalam setahun terakhir menjadi 4,5-4,75%. Suku bunga tersebut adalah yang tertinggi sejak September 2007.
Pada empat pertemuan Juni, Juli, September, dan November 2022, The Fed bahkan menaikkan suku bunga masing-masing sebesar 75 bps.
Kabar kebangkrutan SVB itu memicu kepanikan. Perusahaan dan nasabah bank tersebut menarik uang mereka secara masiv dalam waktu singkat.
Buntutnya, pemerintah negara bagian California menutup pemberi pinjaman startup tersebut. Selama ini SVB dikenal bank sebagai bank yang khusus membiayai perusahaan startup
Bank terbesar ke-16 berdasarkan aset di Amerika Serikat ini dilaporkan telah kehilangan US$1,8 miliar obligasi karena kenaikan suku bunga Fed.
Kegagalan SVB adalah yang terbesar setelah kebangkrutan Washington Mutual pada 2008 silam. Akibat Washington Mutual bangkrut, krisis keuangan melumpuhkan perekonomian selama beberapa tahun.
Dengan menaikkan suku bunga acuan, bunga deposito dan imbal hasil surat berharga akan naik.
Pemerintah menaikkan suku bunga bank agar masyarakat mau menempatkan uangnya di bank alias menabung dibandingkan menghabiskannya untuk konsumsi. Sehingga, peredaran uang berkurang dan permintaan barang turun.
Tujuan akhir pengurangan jumlah uang yang beredar karena suku bunga yang tinggi adalah menekan laju inflasi.
Bahkan hingga 9 Maret 2023 lalu, penarikan modal dari SVB menembus US$ 42 miliar atau setara Rp648,69 triliun.
Investasi-Trading Saham Bakal Lesu
Hubungan suku bunga dengan investasi saham adalah berbanding terbalik. Jika suku bunga naik, maka investasi akan cenderung menjadi lesu. Alasannya biaya pinjaman perusahaan dan konsumen akan terpengaruh.
Saat pemerintah AS menetapkan SVB bangkrut, saham bank tersebut ikut anjlok hingga 66%!
Pakar ekonomi dunia pun mulai mewaspadai krisis ekonomi yang diprediksi bakal terjadi tahun ini.
Namun, ekonom Indonesia mengungkapkan dampak kejatuhan SVB pada Indonesia kecil. Pengaruh kebangkrutan SVB pada pasar modal Indonesia baru terasa pada 14 Maret 2022. Saat itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup -2% karena panic selling.
Kepada Kontan.co.id, Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan efeknya cenderung ke efek psikologis akibat peningkatan risiko di pasar saham global.
Optimis Ekonomi Indonesia Tumbuh
Walaupun 2023 dibayangi resesi ekonomi, namun sejumlah pakar ekonomi memprediksi Indonesia tidak akan mengalami resesi tahun ini.
Secara teknikal, resesi ekonomi adalah pertumbuhan negatif dua kuartal secara berturut-turut.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah memproyeksikan ekonomi RI akan tumbuh dalam rentang 4,75% sampai 5,25% pada 2023 ini.
Apalagi, katanya seperti dilansir infopublik.id, permintaan di dalam negeri yang tinggi dan pemerintah Indonesia terus mendorong konsumsi masyarakat.
"Setiap tahun, perekonomian Indonesia cenderung ditopang oleh konsumsi rumah tangga, jika dilihat dari komponen pengeluaran," ujar Piter.
Ia menilai, konsumsi rumah tangga menjadi komponen yang menentukan dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.
Dia menambahkan, Indonesia tidak akan jatuh ke jurang resesi pada tahun ini kecuali jika permintaan domestik kembali menurun seperti masa pandemi Covid-19.
Saat pandemi, masyarakat tidak bisa keluar rumah, tidak bisa melakukan konsumsi, berbelanja, pergi ke mal, bioskop, dan berwisata. Akibatnya, ekonomi domestik mengalami resesi pada 2020,
"Saat itu, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) telah membatasi masyarakat dan menyebabkan resesi," kata Piter. (*)
Komentar
Posting Komentar