Ternyata, Eropa Masih Butuh Batubara!


SALAH satu dampak konflik Rusia vs Ukraina adalah harga migas dunia tak menentu. Apalagi, sebagian kebutuhan energi, khususnya minyak dan gas benua Eropa dipasok dari Rusia.

Namun negara-negara Eropa banyak yang memihak pada Ukraina yang merupakan musuh Rusia pada konfil ini. Dilema. Terang-terangan menentang Rusia, bakal dibuat semakin susah oleh Rusia. Tidak membela Ukraina artinya membiarkan negara sahabat menjadi bulan-bulanan musuh.

Akibatnya negara-negara Eropa mulai khawatir dan mulai mencari sumber energi lain agar negaranya tetap ada energi.

Contohnya ketika Rusia melakukan perawatan perusahaan minyak, operasionalnya dihentikan. Untuk sementara waktu. Padahal fasilitas ini berfungsi mendistribusikan minyak dan gas dari Rusia ke sejumlah negara di Eropa. 

Selagi bisa, para pemimpin negara Eropa harus mengambil langkah antisipasi sebelum kondisi memburuk. Bila Rusia benar-benar menghentikan pasokan migas ke Eropa, mereka tak khawatir lagi. Negara tetap berjalan karena energi tetap ada.

Salah satu sumber energi yang digunakan oleh negara-negara Eropa adalah adalah menggunakan kembali batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

Kondisi ini seolah-olah menampar wajah Eropa sendiri. Sebelumnya negara-negara di benua Biru ini sangat gencar kampanye energi hijau atau energi yang ramah lingkungan. Yaitu energi yang tidak menggunakan batubara dan minyak bumi.

Mereka mengecam, minyak bumi dan batubara karena memperparah kerusakan lingkungan di bumi. Kini, mereka menggunakannya lagi!

Penggunaan batubara oleh negara-negara Eropa ini sepertinya membawa dampak positif bagi perusahaan tambang batubara di Indonesia. Meskipun tidak secara langsung.

Padahal, tak ada satu pun perusahaan tambang batubara di Indonesia yang mengekspor batubaranya ke Eropa. Begitu pun ekspor gas alam. Tak ada yang ke Eropa. Sejauh ini, ekspor gas Indonesia masih ke Asia.

Berdasarkan data dari esdm.go.id (klik di sini), pada 2020 lalu, Indonesia mengekspor batubara ke negara negara di Asia. Jumlahnya pun meningkat dari tahun sebelumnya.

Mulai dari China (127,7 juta ton), India (97,5 juta ton), Filipina (27,4 juta ton), dan Jepang (26,9 juta ton). Kemudian ada Malaysia (26,1 juta ton), Korsel (24,7 juta ton), Vietnam (17,8 juta ton), Taiwan (17 juta ton), Thailand (16,8 juta ton), serta Bangladesh (7,2 juta ton).

Lihat saja chart harga saham tambang batubara. Rata rata sudah memberi sinyal untuk beli. Sedangkan dari sisi keuangan, cuannya bisa akan semakin banyak.

Misalnya PT. Bayan Resources Tbk (BYAN),  PT. Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT. Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT. Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Namun jelang akhir pekan ini, harga batubara dunia ditutup negatif. Apalagi, ada isu China akan berbaikan lagi dengan Australia. Isu ini dianggap menjadi kabar tak bagus.

Apalagi, cnbcindonesia.com menulis pelemahan harga batubara disebabkan oleh dua faktor (klik disini). Yaitu permintaan dari China yang masih rendah serta jalur kereta di New South Wales, Australia kembali beroperasi setelah ditutup karena banjir. (*)















Postingan populer dari blog ini

Waspadai Kejahatan Perbankan lewat Akun Palsu Call Center Bank

FIFA Kenalkan 4 Stadion Piala Dunia U-17 di Indonesia

Petinggi Perusahaan Jual Saham GOTO, Harga Saham Marketplace Masih Suram